This is one funny story from one of my favorite Novel " Drunken Monster" written by: Pidi Baiq..
Just enjoy reading...!!!
SMP Negeri LION KING
Anak-anak SMP
yang gelisah adalah anak-anak SMP yang kami dapati berada di dalam angkot.
Mereka gelisah karena bukan jumlah mereka, yang kalau saya tidak lupa, ada 8
orang. Sebagian duduk berjejer dihadapan kami, sisanya ada yg duduk di sebelah
kanan kami. Mereka gelisah bukan karena mereka semuanya perempuan. Mereka
gelisah bukan karena hal itu terjadi pada tahun Sembilan puluhan.
Mereka
gelisah karena begitulah menurut pandangan saya. Mereka sedang berada didalam
angkot, di perjalanan menuju sekolah. Dan hari itu, dan hari itu,mereka harus
menghadapi ulangan harian, atau ada istilah lain selain itu.
Berkat adanya
anak2 SMP yg gelisah itu, angkot kami yang ditumpangi menjadi berasa seperti ruang
kelas. Atau seperti ruang belajar. Atau lebih tepat lagi seperti ruang
perpustakaan. Masing-masing anak SMP itu pada menunduk membaca buku diktat.
Membaca catatan pelajaran mereka. Membaca buku yang diletakan di pangkuannya.
Sesekali ada
yg mengangkat kepala seolah-olah sedang berusaha memastikan apa yg sudah dibacanya bias masuk
ke dalam ruang memorinya, seperti laku seekor ayam yg sedang meluruskan
tenggorokannya. Agar? Agar makanan bisa lekas masuk ke dalam perutnya.
Saya tidur di
rumah Ninuk, kawan saya seangkatan, menyebabkan hari itu saya bisa ke kampus
sama-sama dengan dia. Pergi satu angkot dg Ninuk dan dengan anak-anak SMP yg
gelisah itu juga, didalam mobil dan sopir yg sama.
Hanya kamu
harus tau bahwa meskipun kami bersama-sama namun tetap beda tujuan. Mereka ke
sekolah untuk menemui masa depan yg cerah saya dan Ninuk pergi ke kampus untuk
menemui si Amran yg gelap, kawan seangkatan kami yang janji mau bareng ke rumah
si Icus, Kawan kami yg lain, yang putih. Yang kaya.
Saya bicara
kepada Ninuk yg duduk di samping saya,
agak di dekat pintu angkot.
“Udah nonton LION KING belum, nuk?” Tanya saya kepada
Ninuk dengan sikap seolah berharap orang lain tidak boleh mendengar, meskipun
dengan suara yg masih isa didengar oleh
mereka, anak-anak SMP itu.
“Udah
dong!”jawab Ninuk dalam keadaan tangan sedang mendekap ransel.
“Keren tau,
nggak ?”
“Iya,”Jawab
Ninuk
“Yang palin
keren itu..Waktu si Simba ini… apa sih, yang ngajak ular jalan-jalan ke Taman
Mini.” Kau pasti tau dalam film LION KING
tidak ada alur yang menceritakan kejadian seperti itu, apalagi ini ke taman
mini,
“Ularnya itu
mati dicekik ya?” Tanya Ninuk, seolah-olah sudah mulai menyadari dalam rangka
apakah saya tiba-tiba saja membicarakan film LION KING.
Anak-anak SMP
yang ada di angkot itu adalah mereka yang tidak Cuma gelisah, tetapi juga
adalah mereka yang saya yakin pernah menonton
film LION KING. Film laris
pada zamannya. Film kartun Walt Disney yang telah menyebabkan banyak bioskop
dipenuhi orang yang antre berpanjang-panjang.
“Siapa sih
nama monyet yang jadi dukunnya itu?”Ninuk Tanya.
“Dedi!”jawab
saya
“Itu tuh
artinya ayah, ya?”
“Bukan.
Namabya aja Dedi. Dedi apa gitu, lupa kepanjangannya!”
“Dedi
Kosmos!”
“Bukan…lupa!”jawab
saya
“Dedi Dukun!” Iya kayaknya. Lupa euy.”
Anak-anak SMP
yang ada di angkot itu adalah mereka yang tidak Cuma gelisah, tetapi adalah
anak-anak yang oleh sebab isi obrolan kami, kemudian pada saling pandang dengan
sesama mereka. Adalah yang juga pada coba saling mencuri pandang ke arah kami,
sebagai ingin memastikan orang macam apakah kami ini. Saya yakin,
seyakin-yakinnya,kalaupun hari itu mereka tidak gelisah.Tidak sedang membaca
buku,kami juga tidak akan membahas film LION KING.
“Nanti ada
film keduanya, Nuk?”
“Apa
judulnya?”
“LION TIN,
kalau nggak salah.” Jawab saya dan saya merasa Ninuk sedang menahan tawa.
“Udah ada di
Bioskop?” bertanya Ninukdengan nada sedapat mungkin terdengar wajar.
“Belum. Tapi
di Etiopia katanya udah!”
“Oh.”
Anak-anak SMP
yang ada di angkot itu adalah mereka yang bukan hanya gelisah, melainkan
adalah juga mereka yang menyaksikan saya
bertanya kepada sopir angkot. Pada saat itu angkot sudah sampai berada di
daerah Tamansari, diperempatan Ganesha, di wilayah kampus ITB.
“Bang, lokasi
syuting G 30 S PKI yang kedua dimana, ya?” tanya saya sama si sopir. Saya Tanya
sambil bikin bungkuk badan ke arahnya, agar saya tidak usah terlalu teriak,
meskipun tetap bersuara supaya suara saya masih bisa didengar oleh mereka, oleh
anak-anak SMP itu.
“Daerah
mana?” si sopir balik Tanya.
“Cikutra!”
itu nama daerah tempat di mana kami tadi naik angkot.
“Cikutra
sudah lewa, De. Ke sana. Arah sana!”Sopir angkot menunjukan tangannya kea rah
belakang,”Naik angkot kea rah sana. Nyetop di seberang!”sopir angkot bicara
lagi sambil menghentikan kendaraannya.
“Oh!” kata
saya, “Nuk, turun di sini aja!” sambung saya smbil mulai turun dari angkot.
“Iya, Euuuh.”
Ninuk turun juga.
“Biar saya
nanti Tanya ITB aja, Bang.Kan, katanya ITB pinter!” kata saya sambil kasih
ongkos sama itu sopir.
Wahai
anak-anak SMP, yang menurut saya dulu sedang gelisah, kalian kini pasti sudah
lulus kuliah, sudah bekerja di sebuah instansi tertentu, atau sedang S2, atau
masih menganggur, atau sudah menikah. Tetapi maafkanlah saya, juga Ninuk, kalu
dulu pernah mengganggu konsentrasi belajarmu. Saya tidak tahu hal apakah yang
mendorong kami untuk begitu. Seolah-olah, dulu itu, kami ini adalah dua
mahasiswa Indonesia yang kurang kerjaan sehingga sampai bisa berbuat macam seperti itu. Tetapi, kenyataannya
memang tidak ada kerjaan,Dik, karena kami memang masih kuliah saat itu. Cuma
saya mau Tanya, apa kalian sekarang masih ingat apa yang dulu kalian hafalkan?
Bandung, 15 Mei 2008
Drunken Monster Novel , Pidi Baiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar