Kamis, 26 Juli 2012

One of my favourite book, "DRUNKEN MONSTER"


This is one funny story from one of my favorite Novel " Drunken Monster" written by: Pidi Baiq.. 
Just enjoy reading...!!! 


SMP Negeri LION KING

Anak-anak SMP yang gelisah adalah anak-anak SMP yang kami dapati berada di dalam angkot. Mereka gelisah karena bukan jumlah mereka, yang kalau saya tidak lupa, ada 8 orang. Sebagian duduk berjejer dihadapan kami, sisanya ada yg duduk di sebelah kanan kami. Mereka gelisah bukan karena mereka semuanya perempuan. Mereka gelisah bukan karena hal itu terjadi pada tahun Sembilan puluhan.
Mereka gelisah karena begitulah menurut pandangan saya. Mereka sedang berada didalam angkot, di perjalanan menuju sekolah. Dan hari itu, dan hari itu,mereka harus menghadapi ulangan harian, atau ada istilah lain selain itu.
Berkat adanya anak2 SMP yg gelisah itu, angkot kami yang ditumpangi menjadi berasa seperti ruang kelas. Atau seperti ruang belajar. Atau lebih tepat lagi seperti ruang perpustakaan. Masing-masing anak SMP itu pada menunduk membaca buku diktat. Membaca catatan pelajaran mereka. Membaca buku yang diletakan di pangkuannya.
Sesekali ada yg mengangkat kepala seolah-olah sedang berusaha  memastikan apa yg sudah dibacanya bias masuk ke dalam ruang memorinya, seperti laku seekor ayam yg sedang meluruskan tenggorokannya. Agar? Agar makanan bisa lekas masuk ke dalam perutnya.
Saya tidur di rumah Ninuk, kawan saya seangkatan, menyebabkan hari itu saya bisa ke kampus sama-sama dengan dia. Pergi satu angkot dg Ninuk dan dengan anak-anak SMP yg gelisah itu juga, didalam mobil dan sopir yg sama.
Hanya kamu harus tau bahwa meskipun kami bersama-sama namun tetap beda tujuan. Mereka ke sekolah untuk menemui masa depan yg cerah saya dan Ninuk pergi ke kampus untuk menemui si Amran yg gelap, kawan seangkatan kami yang janji mau bareng ke rumah si Icus, Kawan kami yg lain, yang putih. Yang kaya.
Saya bicara kepada Ninuk yg duduk  di samping saya, agak di dekat pintu angkot.
“Udah nonton LION KING belum, nuk?” Tanya saya kepada Ninuk dengan sikap seolah berharap orang lain tidak boleh mendengar, meskipun dengan suara yg masih  isa didengar oleh mereka, anak-anak SMP itu.
“Udah dong!”jawab Ninuk dalam keadaan tangan sedang mendekap ransel.
“Keren tau, nggak ?”
“Iya,”Jawab Ninuk
“Yang palin keren itu..Waktu si Simba ini… apa sih, yang ngajak ular jalan-jalan ke Taman Mini.” Kau pasti tau dalam film LION KING tidak ada alur yang menceritakan kejadian seperti itu, apalagi ini ke taman mini,
“Ularnya itu mati dicekik ya?” Tanya Ninuk, seolah-olah sudah mulai menyadari dalam rangka apakah saya tiba-tiba saja membicarakan film LION KING.
Anak-anak SMP yang ada di angkot itu adalah mereka yang tidak Cuma gelisah, tetapi juga adalah mereka yang saya yakin pernah menonton  film LION KING. Film laris pada zamannya. Film kartun Walt Disney yang telah menyebabkan banyak bioskop dipenuhi orang yang antre berpanjang-panjang.
“Siapa sih nama monyet yang jadi dukunnya itu?”Ninuk Tanya.
“Dedi!”jawab saya
“Itu tuh artinya ayah, ya?”
“Bukan. Namabya aja Dedi. Dedi apa gitu, lupa kepanjangannya!”
“Dedi Kosmos!”
“Bukan…lupa!”jawab saya
“Dedi Dukun!” Iya kayaknya. Lupa euy.”


Anak-anak SMP yang ada di angkot itu adalah mereka yang tidak Cuma gelisah, tetapi adalah anak-anak yang oleh sebab isi obrolan kami, kemudian pada saling pandang dengan sesama mereka. Adalah yang juga pada coba saling mencuri pandang ke arah kami, sebagai ingin memastikan orang macam apakah kami ini. Saya yakin, seyakin-yakinnya,kalaupun hari itu mereka tidak gelisah.Tidak sedang membaca buku,kami juga tidak akan membahas film LION KING.
“Nanti ada film keduanya, Nuk?”
“Apa judulnya?”
“LION TIN, kalau nggak salah.” Jawab saya dan saya merasa Ninuk sedang menahan tawa.
“Udah ada di Bioskop?” bertanya Ninukdengan nada sedapat mungkin terdengar wajar.
“Belum. Tapi di Etiopia katanya udah!”
“Oh.”
Anak-anak SMP yang ada di angkot itu adalah mereka yang bukan hanya gelisah, melainkan adalah  juga mereka yang menyaksikan saya bertanya kepada sopir angkot. Pada saat itu angkot sudah sampai berada di daerah Tamansari, diperempatan Ganesha, di wilayah kampus ITB.
“Bang, lokasi syuting G 30 S PKI yang kedua dimana, ya?” tanya saya sama si sopir. Saya Tanya sambil bikin bungkuk badan ke arahnya, agar saya tidak usah terlalu teriak, meskipun tetap bersuara supaya suara saya masih bisa didengar oleh mereka, oleh anak-anak SMP itu.
“Daerah mana?” si sopir balik Tanya.
“Cikutra!” itu nama daerah tempat di mana kami tadi naik angkot.
“Cikutra sudah lewa, De. Ke sana. Arah sana!”Sopir angkot menunjukan tangannya kea rah belakang,”Naik angkot kea rah sana. Nyetop di seberang!”sopir angkot bicara lagi sambil menghentikan kendaraannya.
“Oh!” kata saya, “Nuk, turun di sini aja!” sambung saya smbil mulai turun dari angkot.
“Iya, Euuuh.” Ninuk turun juga.
“Biar saya nanti Tanya ITB aja, Bang.Kan, katanya ITB pinter!” kata saya sambil kasih ongkos sama itu sopir.
Wahai anak-anak SMP, yang menurut saya dulu sedang gelisah, kalian kini pasti sudah lulus kuliah, sudah bekerja di sebuah instansi tertentu, atau sedang S2, atau masih menganggur, atau sudah menikah. Tetapi maafkanlah saya, juga Ninuk, kalu dulu pernah mengganggu konsentrasi belajarmu. Saya tidak tahu hal apakah yang mendorong kami untuk begitu. Seolah-olah, dulu itu, kami ini adalah dua mahasiswa Indonesia yang kurang kerjaan sehingga sampai bisa berbuat  macam seperti itu. Tetapi, kenyataannya memang tidak ada kerjaan,Dik, karena kami memang masih kuliah saat itu. Cuma saya mau Tanya, apa kalian sekarang masih ingat apa yang dulu kalian hafalkan?

Bandung, 15 Mei 2008
Drunken Monster Novel , Pidi Baiq


Tidak ada komentar:

Posting Komentar